LANDASAN
TEOLOGI MANAJEMEN GEREJA
kata manajemen berasal
dari kata dalam Bahasa latin ‘’Manus” yang berati “tangan” manajemen artinya
cara menangani suatu tugas, sehinga manajeman adalah menangani/mengontrol dan
mengarahkan suatu pekerjaan melalui dan bekerja sama dengan orang lain didalam
suatu lembaga maupun perusahan.
Manajemen
sebagai proses mencapai tujuan pada dasarnya menjalankan 4 fungsi dasar yaitu:
·
Planning (perencanaan)
·
Organizing (pengorganisasian)
·
Actuanting (pelaksanaan)
·
Controlling (pengawasan dan
pengendalian)
Dalam menyikapi
penggunaan ilmu manajemen bagi gereja, sedikitnya ada tiga fungsi yang harus
diketahui oleh gereja yaitu: Marturia ( pelayanan Firman), Koinonia
(pelayanan hubungan antara manusia dengan Allah), Diakonia (Pelayanan kasih). Manajemen adalah sarana pelayanan, sehingga fungsi dan tekniknya
dapat dimanfaatkan demi efisiensi pelayanan. Tidak ada perbedaan esensial
antara fungsi dan teknik manajemen yang dipakai di dalam dan di luar gereja.
Yang berbeda adalah pribadi yang melakukannya dan tujuannya.
Ada perbedaan tujuan
akhir antara organisasi sekuler dan gereja. Organisasi sekuler didesain untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan
oleh pemilik organisasi tersebut. Sementara itu gereja menggunakan manajemen sebagai alat/sarana untuk melaksanakan
tujuan-tujuan yang diberikan Allah melalui kelancaran dan efektifitas pelayanan
gerejawi. Tanpa
manajemen yang baik dan transparan, sebuah gereja akan mengalami kesulitan
dalam mengembangkan fungsi-fungsinya sebagai gereja. Tanpa manajemen yang baik,
sebuah gereja hanya bergantung pada kemampuan dan karisma sang pemimpin. Ketika
jumlah jemaat berkembang pesat, akan muncul berbagai permasalahan baru di
dalamnya yang tidak akan sanggup ditangani oleh hanya oleh pemimpin gereja
bersangkutan. Di sinilah fungsi manajemen dapat membantu dengan membuat sebuah
sistem yang mampu menangani kompleksitas (keruwetan) didalam sebuah pelayanan.
Tidak dapat disangkal terdapat banyak Firman yang tertulis dalam Alkitab yang
melandasi aspek-aspek dalam manajemen, seperti perencanaan, kepemimpinan,
pengorganisasian, penanganan konflik dll. Firman Allah menyatakan dengan jelas
bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dengan hikmat yang sempurna. Hal ini
menunjukkan di dalamnya berlangsung manajemen Allah yang sempurna. Manajemen
diperlukan dalam pekerjaan rohani sebab Tuhan menghendaki dan memerintahkan
manusia mengerjakannya demi kepentingan manusia itu sendiri.
Salah satu contoh
manajemen yang ada dalam Alkitab bisa kita lihat dalam Kisah Para Rasul 6:1-7. Dimana
Reorganisasi (penyusunan kembali) yang dilakukan oleh para rasul dalam jemaat
Yerusalem setelah timbul masalah kurangnya perhatian/pelayanan terhadap
janda-janda jemaat yang berbahasa Yunani. Dalam hal ini para rasul berkreasi
secara kreatif dengan membentuk fungsi yang baru (diakonia) dalam jemaat
berdasarkan kriteria personalia yang ditetapkan terlebih dahulu. Jadi di sini
ada prosedur pemilihan dan penetapan dan penjabaran tugas yang baru.
Ketika kepemimpinan
gerejawi dikaitkan dengan manajemen gereja, ada sebuah prinsip kebenaran yaitu
prinsip saling ketergantungan. Maksud pernyataan ini adalah pemimpin adalah
bagian dari sistem manajemen gerejawi. Dalam sebuah sistem manajemen yang baik,
seorang pemimpin mempunyai ruang gerak dan kepastian akan tugas, hak, dan
wewenangnya sehingga pemimpin itu mempunyai “ruang” untuk mengembangkan
dirinya. Sebaliknya, sebuah sistem manajemen yang buruk akan membuat kekacauan
dalam pelayanan misalnya tumpang tindih beban pelayanan karena tidak adanya
pembagian tugas yang baik. Di sisi lain, seorang pemimpin yang kompeten akan
mampu memimpin gereja menuju sistem manajemen gereja yang lebih baik dan
kontekstual. Sedangkan pemimpin yang tidak kompeten justru berpotensi “merusak”
sistem manajemen gereja yang ada. Jadi maju atau mundurnya kepemimpinan rohani
yang melayani di gereja tidak dapat dilepaskan dari sistem manajemen gereja,
bahkan bila pemimpin itu tidak melayani di sebuah gerejapun, sistem manajemen
pribadinya akan mempengaruhi kemajuan atau kemunduran pelayanannya.
Ada 4 tipe dalam
pemerintahan kepemimpinan gereja yaitu Presbiterial (majemuk/majelis),
Episkopal (tunggal, satu pemimpin), Konggregasional (Kelompok), Sinodal
(sinode). Berikut penjelasannya:
1 Presbiterial
Dalam pemerintahan
gereja sistem presbiterian ini, setiap gereja lokal adalah independen satu
dengan dan dari yang lain, tetapi mereka diikat oleh suatu “ketentuan normatif
yang sama dan pengakuan iman yang sama.” Sistem ini menegaskan bahwa setiap
Jemaat dapat melakukan pelayanannya sendiri yang dipimpin oleh pendetanya,
termasuk memanggil pendeta yang dikehendakinya yang diteguhkan oleh presbiteri.
yang terdiri dari
pendeta dan penatua yang mewakili gereja-gereja lokal. Sistem presbiterian juga memiliki Konperensi Umum atau
General Asembly yang dihadiri oleh para pendeta dan presbiter untuk membuat
keputusan-kepurtusan penting.
2. Episcopal
sistem pemerintahan gereja episkopal
merupakan bentuk kepemimpinan yang dipimpin oleh seorang yang dipercayai dalam
pemerintahan gereja salah satu contoh yaitu kepemimpinan seorang Uskup.
Dalam bentuk pemerintahannya keputusan berada ditangannya. artinya ia dipandang lebih tinggi daripada
jabatan lainnya. Dalam model kepemimpinan ini juga terdapat hirarki dalam
jabatan gereja. Uskup merupakan pemimpin tertinggi setelah itu ada pimpinan
distrik (pemimpin setiap daerah), pendeta, majelis jemaat. Struktur yang lebih
kompleks ada dalam gereja anglikan dan gereja Katolik Roma yang mana di gereja
Katolik Roma dipimpin seorang paus namun memiliki sistem Keuskupan dalam
wilayah yang tertentu.
3. Konggregasional
Dalam sistem ini,
kekuasaan gereja sepenuhnya berada pada anggota Jemaat, yang memiliki kekuasaan
untuk mengatur dirinya sendiri secara independen dan penuh.” Para Pelayan
gereja (pejabat gereja) adalah jabatan fungsional untuk melayani Firman,
mengajar dan melaksanakan urusan gereja semata-mata. Apabila ada komunikasi
yang dikehendaki oleh gereja sejenis, maka mereka menyelesaikannya dengan
mengadakan konsili, yang hanya mengeluarkan “pernyataan” yang tidak mengikat
satu dengan yang lainnya.
4. Sinodal
pemerintahan gereja
sistem sinodal adalah sistem yang memberikan peluang kepada para pemimpin dan
jemaat-jemaat untuk berpartisipasi langsung dalam pengambilan keputusan, dan
menjalankan organisasi. Dalam praktiknya, sistem sinodal ini terlihat pada
adanya hubungan langsung antara unsur pemimpin dan gereja-gereja lokal, dimana
kewenangan terpusat juga didentralisasikan kepada gereja lokal dalam beberapa
aspek khusus untuk mejalankan kepemimpinan secara desentralisasi.
PERENCANAAN
DALAM MANAJEMEN GEREJA
Planning atau perencanaan ialah suatu
rangkaian persiapan tindakan untuk mencapai tujuan. Perencanaan merupakan pedoman,
garis-garis besar atau petunjuk-petunjuk yang dipersiapkan agar memperoleh
hasil sebagaimana diinginkan.
Perencanaan
berkaitan dengan perihal apa yang ingin dikerjakan, tujuan spesifik yang igin
dicapai, alat dan metode apa yang akan digunakan untuk mencapai tujuan
tersebut, siapa-siapa yang terlibat, bagaimana kegiatan-kegiatan dipantau
(dimonitor) dan seterusnya. Dalam rangka melakukan hal tersebut, harus pula
bisa diprediksikan sejauh mana kemungkinan tersebut dapat dicapai, baik dilihat
dari aspek ekonomi, sosial maupun lingkungan politik tempat gereja /organisasi
berada, juga dihubungkan dengan sumber-sumber yang ada guna mewujudkan rencana
tersebut. Itulah sebabnya perencanaan juga mencakup fungsi monitoring dan budgeting.
Tidak
mengherankan jika planning menjadi fungsi pertama dari
manajemen. Bahkan dapat dikatakan sebagai fungsi terutama.
Ada beberapa langkah sebelum membuat
perencanaan dalam gereja/perencanaan dalam manajemen gereja.
1. Specific (jelas)
Didalam membangun sebuah gereja
pertama kita harus tentukan dulu kemana jemaat akan dibawa, dan langkah-langkah
apa yang harus diambil, menentukan orang-orang yang dijadikan sasaran,
menentukan tenaga-tenaga yang dapat dipercaya, meneliti saran atau
metode-metode yang akan digunakan, menentukan perencanan jangka pendek maupun
jangka panjang, tindakan yang harus dilakukan, mengadakan evaluasi. Karena itu,
kita harus benar-benar memahami misi yang akan kita lakukan. Hal ini merupakan
bagian yang penting dari perencanaan strategi perkembangan gereja.
2. Measurabe (terukur)
Golongan-golongan gereja yang sudah
ada memegang peranan penting dalam proses ini. Tiap struktur golongan gereja
bekerja dalam parameternya sendiri untuk menetapkan sasaran dan melaksanakan
proses-proses yang perlu guna pencapaiannya. Sehingga potensi penginjilan yang
sudah ada juga harus diusahakan seoptimal mungkin
demi tercapainya perkembangan gereja.
3. Attainable (Realistis)
Menekankan pentingnya seberapa
realistis sebuah target itu. Jika sasarannya terlalu jauh diluar standar, bisa
menjadi masalah karena tidak sesuai dengan keahlian, kapasitas, kemampuan,
serta perilaku yang dimiliki untuk meraih sasaran tersebut.
Target yang terlalu tinggi dan tak terjangkau akan memberikan tekanan yang terlalu besar dan akhirnya membawa perasaan apatis atau rasa malas dan penundaan. Sedangkan target yang terlalu rendah hanya akan menciptakan kinerja yang tidak optimal karena rasa bosan dan ujung-ujungnya juga bisa menimbulkan rasa malas dan penundaan (demotivasi).
Target yang terlalu tinggi dan tak terjangkau akan memberikan tekanan yang terlalu besar dan akhirnya membawa perasaan apatis atau rasa malas dan penundaan. Sedangkan target yang terlalu rendah hanya akan menciptakan kinerja yang tidak optimal karena rasa bosan dan ujung-ujungnya juga bisa menimbulkan rasa malas dan penundaan (demotivasi).
4. Relevant (Sesuai kebutuhan)
Perncanaan menyiapkan setiap
kebutuhan yang diperlukan juga sangat penting, seperti halnya dalam menyiapkan
peralatan gereja, struktur bangunan, dan semua setiap yang dibutuhkan harus
diperhitungkan juga, dan jangan menyiapkan atau mengadakan peralatan yang
sebenarnya tidak terlalu penting, kondisi jemaat dan ruangan yang dipakai harus
bisa disesuaikan seperti apa yang ada dilokasi tempat dimana gereja akan
dibangun.
5. Timely (waktu)
Target yang akan dicapai juga harus
ditentukan, entah itu target jangka panjang maupun jangka pendek. Dengan adanya batasan waktu, kita akan terpacu untuk segera
memulai melakukan tindakan.
Tuhan
Yesus Kristus Memberkati
No comments:
Post a Comment