Wednesday, April 18, 2018

LANDASAN TEOLOGI MANAJEMEN GEREJA




LANDASAN TEOLOGI MANAJEMEN GEREJA

kata manajemen berasal dari kata dalam Bahasa latin ‘’Manus” yang berati “tangan” manajemen artinya cara menangani suatu tugas, sehinga manajeman adalah menangani/mengontrol dan mengarahkan suatu pekerjaan melalui dan bekerja sama dengan orang lain didalam suatu lembaga maupun perusahan.

Manajemen sebagai proses mencapai tujuan pada dasarnya menjalankan 4 fungsi dasar yaitu:
·         Planning (perencanaan)
·         Organizing (pengorganisasian)
·         Actuanting (pelaksanaan)
·         Controlling (pengawasan dan pengendalian)

Dalam menyikapi penggunaan ilmu manajemen bagi gereja, sedikitnya ada tiga fungsi yang harus diketahui oleh gereja yaitu: Marturia ( pelayanan Firman), Koinonia (pelayanan hubungan antara manusia dengan Allah), Diakonia (Pelayanan kasih). Manajemen adalah sarana pelayanan, sehingga fungsi dan tekniknya dapat dimanfaatkan demi efisiensi pelayanan. Tidak ada perbedaan esensial antara fungsi dan teknik manajemen yang dipakai di dalam dan di luar gereja. Yang berbeda adalah pribadi yang melakukannya dan tujuannya. 

Ada perbedaan tujuan akhir antara organisasi sekuler dan gereja. Organisasi sekuler didesain untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan oleh pemilik organisasi tersebut. Sementara itu gereja menggunakan manajemen sebagai alat/sarana untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang diberikan Allah melalui kelancaran dan efektifitas pelayanan gerejawi. Tanpa manajemen yang baik dan transparan, sebuah gereja akan mengalami kesulitan dalam mengembangkan fungsi-fungsinya sebagai gereja. Tanpa manajemen yang baik, sebuah gereja hanya bergantung pada kemampuan dan karisma sang pemimpin. Ketika jumlah jemaat berkembang pesat, akan muncul berbagai permasalahan baru di dalamnya yang tidak akan sanggup ditangani oleh hanya oleh pemimpin gereja bersangkutan. Di sinilah fungsi manajemen dapat membantu dengan membuat sebuah sistem yang mampu menangani kompleksitas (keruwetan) didalam sebuah pelayanan. Tidak dapat disangkal terdapat banyak Firman yang tertulis dalam Alkitab yang melandasi aspek-aspek dalam manajemen, seperti perencanaan, kepemimpinan, pengorganisasian, penanganan konflik dll. Firman Allah menyatakan dengan jelas bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dengan hikmat yang sempurna. Hal ini menunjukkan di dalamnya berlangsung manajemen Allah yang sempurna. Manajemen diperlukan dalam pekerjaan rohani sebab Tuhan menghendaki dan memerintahkan manusia mengerjakannya demi kepentingan manusia itu sendiri. 

Salah satu contoh manajemen yang ada dalam Alkitab bisa kita lihat dalam Kisah Para Rasul 6:1-7. Dimana Reorganisasi (penyusunan kembali) yang dilakukan oleh para rasul dalam jemaat Yerusalem setelah timbul masalah kurangnya perhatian/pelayanan terhadap janda-janda jemaat yang berbahasa Yunani. Dalam hal ini para rasul berkreasi secara kreatif dengan membentuk fungsi yang baru (diakonia) dalam jemaat berdasarkan kriteria personalia yang ditetapkan terlebih dahulu. Jadi di sini ada prosedur pemilihan dan penetapan dan penjabaran tugas yang baru.

Ketika kepemimpinan gerejawi dikaitkan dengan manajemen gereja, ada sebuah prinsip kebenaran yaitu prinsip saling ketergantungan. Maksud pernyataan ini adalah pemimpin adalah bagian dari sistem manajemen gerejawi. Dalam sebuah sistem manajemen yang baik, seorang pemimpin mempunyai ruang gerak dan kepastian akan tugas, hak, dan wewenangnya sehingga pemimpin itu mempunyai “ruang” untuk mengembangkan dirinya. Sebaliknya, sebuah sistem manajemen yang buruk akan membuat kekacauan dalam pelayanan misalnya tumpang tindih beban pelayanan karena tidak adanya pembagian tugas yang baik. Di sisi lain, seorang pemimpin yang kompeten akan mampu memimpin gereja menuju sistem manajemen gereja yang lebih baik dan kontekstual. Sedangkan pemimpin yang tidak kompeten justru berpotensi “merusak” sistem manajemen gereja yang ada. Jadi maju atau mundurnya kepemimpinan rohani yang melayani di gereja tidak dapat dilepaskan dari sistem manajemen gereja, bahkan bila pemimpin itu tidak melayani di sebuah gerejapun, sistem manajemen pribadinya akan mempengaruhi kemajuan atau kemunduran pelayanannya.

Ada 4 tipe dalam pemerintahan kepemimpinan gereja yaitu Presbiterial (majemuk/majelis), Episkopal (tunggal, satu pemimpin), Konggregasional (Kelompok), Sinodal (sinode). Berikut penjelasannya:
1 Presbiterial
Dalam pemerintahan gereja sistem presbiterian ini, setiap gereja lokal adalah independen satu dengan dan dari yang lain, tetapi mereka diikat oleh suatu “ketentuan normatif yang sama dan pengakuan iman yang sama.” Sistem ini menegaskan bahwa setiap Jemaat dapat melakukan pelayanannya sendiri yang dipimpin oleh pendetanya, termasuk memanggil pendeta yang dikehendakinya yang diteguhkan oleh presbiteri. yang terdiri dari pendeta dan penatua yang mewakili gereja-gereja lokal. Sistem presbiterian juga memiliki Konperensi Umum atau General Asembly yang dihadiri oleh para pendeta dan presbiter untuk membuat keputusan-kepurtusan penting.

2. Episcopal
sistem pemerintahan gereja episkopal merupakan bentuk kepemimpinan yang dipimpin oleh seorang yang dipercayai dalam pemerintahan gereja salah satu contoh yaitu kepemimpinan seorang Uskup. Dalam bentuk pemerintahannya keputusan berada ditangannya. artinya ia dipandang lebih tinggi daripada jabatan lainnya. Dalam model kepemimpinan ini juga terdapat hirarki dalam jabatan gereja. Uskup merupakan pemimpin tertinggi setelah itu ada pimpinan distrik (pemimpin setiap daerah), pendeta, majelis jemaat. Struktur yang lebih kompleks ada dalam gereja anglikan dan gereja Katolik Roma yang mana di gereja Katolik Roma dipimpin seorang paus namun memiliki sistem Keuskupan dalam wilayah yang tertentu.

3. Konggregasional
Dalam sistem ini, kekuasaan gereja sepenuhnya berada pada anggota Jemaat, yang memiliki kekuasaan untuk mengatur dirinya sendiri secara independen dan penuh.” Para Pelayan gereja (pejabat gereja) adalah jabatan fungsional untuk melayani Firman, mengajar dan melaksanakan urusan gereja semata-mata. Apabila ada komunikasi yang dikehendaki oleh gereja sejenis, maka mereka menyelesaikannya dengan mengadakan konsili, yang hanya mengeluarkan “pernyataan” yang tidak mengikat satu dengan yang lainnya.

4. Sinodal
pemerintahan gereja sistem sinodal adalah sistem yang memberikan peluang kepada para pemimpin dan jemaat-jemaat untuk berpartisipasi langsung dalam pengambilan keputusan, dan menjalankan organisasi. Dalam praktiknya, sistem sinodal ini terlihat pada adanya hubungan langsung antara unsur pemimpin dan gereja-gereja lokal, dimana kewenangan terpusat juga didentralisasikan kepada gereja lokal dalam beberapa aspek khusus untuk mejalankan kepemimpinan secara desentralisasi.




PERENCANAAN DALAM MANAJEMEN GEREJA
Planning atau perencanaan ialah suatu rangkaian persiapan tindakan untuk mencapai tujuan. Perencanaan merupakan pedoman, garis-garis besar atau petunjuk-petunjuk yang dipersiapkan agar memperoleh hasil sebagaimana diinginkan.

Perencanaan berkaitan dengan perihal apa yang ingin dikerjakan, tujuan spesifik yang igin dicapai, alat dan metode apa yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tersebut, siapa-siapa yang terlibat, bagaimana kegiatan-kegiatan dipantau (dimonitor) dan seterusnya. Dalam rangka melakukan hal tersebut, harus pula bisa diprediksikan sejauh mana kemungkinan tersebut dapat dicapai, baik dilihat dari aspek ekonomi, sosial maupun lingkungan politik tempat gereja /organisasi berada, juga dihubungkan dengan sumber-sumber yang ada guna mewujudkan rencana tersebut. Itulah sebabnya perencanaan juga mencakup fungsi monitoring dan budgeting.

Tidak mengherankan jika  planning  menjadi fungsi pertama dari manajemen.  Bahkan dapat dikatakan sebagai fungsi terutama.

Ada beberapa langkah sebelum membuat perencanaan dalam gereja/perencanaan dalam manajemen gereja.
1Specific (jelas)
Didalam membangun sebuah gereja pertama kita harus tentukan dulu kemana jemaat akan dibawa, dan langkah-langkah apa yang harus diambil, menentukan orang-orang yang dijadikan sasaran, menentukan tenaga-tenaga yang dapat dipercaya, meneliti saran atau metode-metode yang akan digunakan, menentukan perencanan jangka pendek maupun jangka panjang, tindakan yang harus dilakukan, mengadakan evaluasi. Karena itu, kita harus benar-benar memahami misi yang akan kita lakukan. Hal ini merupakan bagian yang penting dari perencanaan strategi perkembangan gereja.

 2. Measurabe (terukur)
Golongan-golongan gereja yang sudah ada memegang peranan penting dalam proses ini. Tiap struktur golongan gereja bekerja dalam parameternya sendiri untuk menetapkan sasaran dan melaksanakan proses-proses yang perlu guna pencapaiannya. Sehingga potensi penginjilan yang sudah ada juga harus  diusahakan seoptimal mungkin demi  tercapainya perkembangan gereja.

3. Attainable (Realistis)
Menekankan pentingnya seberapa realistis sebuah target itu. Jika sasarannya terlalu jauh diluar standar, bisa menjadi masalah karena tidak sesuai dengan keahlian, kapasitas, kemampuan, serta perilaku yang dimiliki untuk meraih sasaran tersebut.

Target yang terlalu tinggi dan tak terjangkau akan memberikan tekanan yang terlalu besar dan akhirnya membawa perasaan apatis atau rasa malas dan penundaan. Sedangkan target yang terlalu rendah hanya akan menciptakan kinerja yang tidak optimal karena rasa bosan dan ujung-ujungnya juga bisa menimbulkan rasa malas dan penundaan (demotivasi).

4. Relevant (Sesuai kebutuhan)
Perncanaan menyiapkan setiap kebutuhan yang diperlukan juga sangat penting, seperti halnya dalam menyiapkan peralatan gereja, struktur bangunan, dan semua setiap yang dibutuhkan harus diperhitungkan juga, dan jangan menyiapkan atau mengadakan peralatan yang sebenarnya tidak terlalu penting, kondisi jemaat dan ruangan yang dipakai harus bisa disesuaikan seperti apa yang ada dilokasi tempat dimana gereja akan dibangun.

5. Timely (waktu)
Target yang akan dicapai juga harus ditentukan, entah itu target jangka panjang maupun jangka pendek. Dengan adanya batasan waktu, kita akan terpacu untuk segera memulai melakukan tindakan.



Tuhan Yesus Kristus Memberkati

No comments: